Pages

Jumat, 25 Oktober 2013

TEORI DISONANSI KOGNITIF

A.Latar Belakang
Teori Psikologi kognitif lahir sebagai reaksi terhadap behaviorisme yang menganggap bahwa perubahan perilaku manusia dibentuk dari hasil belajar terhadap lingkungan. Psikologi kognitif telah memasukkan kembali “jiwa” manusia yang sudah dicabut oleh behaviorisme. Psikologi kognitif berpendapat bahwa manusia bukan sebagai makhluk yang yang pasif terhadap lingkungan, tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami lingkunganya. Dengan kata lain makhluk yang selalu berfikir (Homo Sapien).

Kaum rasionalis mempertanyakan apakah betul penginderaan kita, melalui pengalaman langsung, sanggup memberikan kebenaran. Kemampuan alat indera kita dipertanyakan karena seringkali gagal menyajikan informasi yang akurat. Descartes, juga Kant, menyimpulkan bahwa jiwalah (Mind) yang menjadi alat utama pengetahuan, bukan alat indera. Jiwa menafsirkan pengalaman inderawi secara aktif: mencipta, mengorganisasikan, menafsirkan, mendistorsi dan mencari makna. Tidak semua stimuli kita terima.

Sejak pertengahan tahun 1950-an berkembang penelitian mengenai perubahan sikap dengan kerangka teoritis manusia sebagai pencari konsistensi kognitif (The Person As Consistency Seeker). Disini manusia dipandang sebagai makhluk yang selalu berusaha menjaga keajegan dalam system kepercayaanya, dan diantara system kepercayaan dengan perilaku. Contoh yang paling jelas adalah teori desonansi konitif dikemukakan oleh Leon Fetinger (1975).

 Pandangan dasar teori ini adalah jika seseorang mempunyai dua kognisi (ide-ide dan pikiran-pikiran) secara simultan dan saling berkontradiksi, maka orang tersebut akan memgalami disonanasi kognitif. Desonansi artinya ketidak cocokan antar dua kognisi (pengetahuan). Dalam keadaan desonan, orang berusaha mengurangi dengan berbagai cara.

Desonansi menghasilkan suatu ketegangan psikologis yang mendorong seseorang mengurangi disonansi tersebut. Pengurangan disonansi dapat melalui tiga cara:

1.Mengubah eleman tingkah laku mengubah elemen tingkah laku artinya, seseorang bener-benar meninggalkan sesuatu hal yang bertentangan dengan pokok pikiran awal.

2.Mengubah elemen kognitif lingkungan mengubah elemen kognitif lingkungan artinya, seseorang memengaruhi lingkungan bahwa hal yang dilakukan tidak merugikan.

3.Menambah elemen kognitif baru menambah elemen kognitif baru artinya, mencari pendapat orang lain yang mendukung pndapat kita.

4.Mengurangi disonansi dengan memutuskan bahwa salah satu kognisi tidak penting.

 Ada empat factor yang diperlukan agar perilaku yang bertentangan dengan sikap menghasilkan disonansi (fetinger dan carlsmith) menyebutkan dengan “The Indiced Compliance Paradic” :

1)Pilihan, yaitu jika individu tidak diberi kebebasan untuk memilih dalam menampilkan perilaku yang bertentangan dengan sikapnya, maka disonansi tak akan timbul.

2)Komitmen yaitu perilaku yang bertentangan dengan sikap lebih mungkin menghasilkan disonansi jika individu secara psikologi memiliki komitmen terhadap tindakan itu. Dengan demikian jika perilaku itu dilakukan di depan public maka akan lebih menimbulkan disonansi dari pada dilakukan secara pribadi atau tanpa diketahui orang-orang lain.

3)Akibat yang tidak menyenangkan sebagai hasil dari perilaku yang bertentangan dengan sikapnya dapat menimbulkan disonansi.

4)Tanggung jawab pribadi, yaitu agar disonansi terjadi, individu seharusnya merasa bertanggung jawab secara pribadi pada prilakunya dan beberapa akibat yang tidak memnyenagkan sebagai hasilnya. Kebebasan memilih adalah salah satu komponen dari tanggung jawab, sebab jelas bahwa orang tidak akan bertanggung jawab atas sesuatu yang dipaksa atas diri mereka untuk melakukanya.

B.Premis Dari Teori 

Teori disonansi kognitif merupakan teori yang menganggap manusia sebagai makhluk yang selalu berusaha menjaga keajegan dalam system keprcayaannya. Artinya manusia selalu mempertahankan pendapat ataupun tingkah laku yang sudah menjadi keyakinanya.

C.Asumsi-Asumsi Pokok 
1)Jika seseorang mengalami disonansi atau ketidak cocokan antara perlaku dengan sikap, maka orang tersebut akan mencari informasi yang mengurangi disonansi, dan menghindari informasi yang menambah desonansi.
2)Apabila seseorang tersebut terpaksa juga dikenai informasi yang disonan dengan keyakinannya, seseorang itu akan menolak informasi itu, meragukan sumbernya, mencari informasi yang konsonan.

D.Tujuan Teori 
Tujuan teori ini adalah ingin menunjukkan bahwa manusia mampu mempertahankan system kepercayaanya. Dan sebagai kritikan kepada behaviorisme. bahwa manusia bukan bentukan dari lingkungan, tetapi manusia mampu membentuk dirinya sendiri.

E.Aplikasi
Dengan Contoh Rudi (19), merupakan siswa salah satu sekolahan di Kediri. Hobi nya Sepak Bola dan Touring. apalagi dia seorang pendiam, baik hati, tidak sombong dan selalu membantu teman yang sering kesusahan. Makanya banyak teman-temanya suka padanya. Namun dari begitu banyak tingkahnya yang baik, ada satu hal yang tidak baik yang melekat pada dirinya yaitu suka minum-minuman keras. Meminum-minuman keras adalah hal biasa bagi seorang rudi. Banyak orang dan bahkan orang tuanya sendiri sudah memperingatkanya bahwa minum-minuman keras dapat merusak kesehatan dan otak dan bila sudah over bisa menyebabkan kematian. Semua peringatan dan bimbingan dari orang-orang disekitarnya tidak juga membuat dia jera.

Dari contoh diatas, rudi mengalami disonansi (ketidak cocokan antara dua kognisi; pengetahuan). Maka rudi berusaha mengurangi disonansinya dengan melalui tiga cara:

1.Mengubah elemen tingkah laku Rudi mengetahui bahwa minum-minuman keras dapat membahayakan kesehatan dan otak. Maka untuk menghilangkan desonansi, rudi berusaha tidak minum-minuman keras.

2.Mengubah eleman kognitif lingkungan rudi mencoba untuk meyakinkan kepada teman-temanya bahwa minum-minuman keras tidak membahayakan kesehatan dan otak.

3.Mengubah elemen kognitif baru rudi mencoba mencari pendapat pada teman-temanya yang mendukung pendapat bahwa minum-minuman keras tidak akan membahayakan kesehatah dan otak

4.Mengurangi disonansi dengan memutuskan bahwa salah satu kognisi tidak penting. Rudi sudah putus asa akan hidupnya di dunia, sehingga tidak menganggap penting persoalan-persoalan itu. Karena dia ingin hidup cepat dan mati muda.

F.Penilaian Kritis (Analisis Wacana)
Dari pengertian dan contoh tersebut maka saya kurang sependapat dengan teori disonansi kogniti, dengan alasan bahwa:

1.Manusia tidak hanya menjadi orang yang suka membela diri (egois), tetapi manusia juga bisa menjadi orang yang mampu mengendalikan dan mampu menerima atau memahami pendapat yang mungkin tidak sesuai dengan keyakinanya.

2.Manusia diberi akal oleh tuhan, sehingga dia mampu untuk memikirkan yang terbaik bagi dirinya.

3.Manusia mempunyai sifat bosen. Seberapa senangnya seseorang terhadap sesuatu, maka sesuatu itu akan ditinggalkanya. Dan mencari hal baru lainya.